SEPUTAR PROPERTI/Jakarta – Permintaan tempat tinggal atau hunian tak sebanding dengan suplay, sehingga hingga kini kebutuhannya terus meningkat etiap tahunnya. Pemerintah terus berupaya menyelesaikan backlog perumahan, dan untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah memiliki program yang menargetkan zero backlog pada 2045 mendatang.
Jika tidak teratasi maka tahun 2045, pada saat Indonesia Emas, 100 tahun Indonesia merdeka, jumlah backlog diperkirakan dapat mencapai 25 juta unit atau 25 juta kepala keluarga terancam tidak memiliki rumah.
Dana FLPP Telah Disalurkan Kepada 1,47 juta Penerima Manfaat
Pelaku industri perumahan, pengembang dan perbankan terus bersinergi dan melakukan kreativitas pembiayaan untuk mengejar backlog hunian. Apalagi, dalam aktru dekat pemerintahan baru akan mulai bekerja dan sektor perumahan salah satu fokusnya. Dan emerintahan baru Prabowo – Gibran memiliki program pembangunan 3 juta unit rumah setiap tahunnya.
Junaidi Abdillah Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) mengatakan, di tengah dana APBN yang terbatas, harus ada terobosan berani dan kongkrit dari pemerintah untuk mengatasi angka backlog.
“Sumber-sumber dana non APBN bisa dipungut pemerintah, untuk membiayai kepemilikan rumah setiap tahun,” imbuh Junaidi Abdillah di Jakarta, Kamis, (26/6).
Dana FLPP Telah Disalurkan Kepada 1,47 juta Penerima Manfaat
Dana konversi atas kewajiban hunian berimbang misalnya, bisa digunakan pemerintah untuk pembiayaan perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Namun, untuk bisa memungut dana non APBN tersebut, harus ada lembaga khusus yang memang sudah ditugaskan untuk itu.
“APERSI melihat Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) bisa melakukan tugas itu. Sesuai amanat undang undang, tugas utamanya memang untuk mempercepat penyediaan rumah umum yang layak dan terjangkau bagi MBR,” ujar Junaidi.
Pengembang Minta Tambahan Kuota FLPP, Berharap Dana Pendamping Perumahan
Secara regulasi, lanjutnya, BP3 sudah memiliki payung hukum yang kuat dan lengkap. Yaitu UU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) 12 tahun 2021 tentang perubahan atas pertauran perumahan dan permukiman, dan Peraturan Presiden 9 tahun 2021 tentang BP3. Regulasi turunan yang mengatur soal organisasi dan tata kerja sekretariat BP3, Tata cara Pengakatan dan Pemberhentian Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas BP3 juga sudah lengkap.
“Kami berharap pemerintah segera mengeksekusi kelembagaan BP3 untuk nanti bisa menjalankan program 3 juta rumah yang digagas oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran,” tambahnya.
Meskipun ada BP3, APERSI juga mendorong keberadaan Kementerian Perumahan dan Perkotaan di pemerintahan baru mendatang. Pasalnya, BP3 akan berfokus sebagai eksekutor. Sedangkan Kementerian Perumahan dan Perkotaan sebagai regulator, sehingga keduanya tetap dibutuhkan.
Insentif PPN 100% Juni Berakhir, Graha Laras Sentul Mudahkan Pembelian Unit Ready Stock
“BP3 dan Kementerian adalah dua hal yang berbeda. BP3 sebagai kelembagaan teknis untuk eksekutor penguatan pembiayaan dan penyediaan perumahan. Keberadaan BP3 justru akan memperkuat dan memudahkan kementrian dalam mengeksekusi capaian 3 juta unit rumah,” ucapnya.
BP3 lanjut Junaidi bahkan bisa mempercepat angka zero backlog perumahan di 2033. “Dalam simulasi perhitungan kami,jika ada BP3 saja, maka angka backlog pada 2033 dapat teratasi. Namun, nantinya jika BP3 dan Kementerian Perumahan dan Perkotaan berjalan, maka penyelesaian angka backlog akan lebih cepat,”pungkasnya.