SEPUTAR PROPERTI/Jakarta – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mendukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sedang melakukan peninjauan kembali dan penindakan tegas terhadap perusahaan pinjaman online (pinjol) yang tidak sesuai aturan, sehingga merugikan masyarakat.
Seperti ramai diberitakan, OJK melakukan langkah pengawasan (supervisory actions) dan penindakan dengan mengumumkan penutupan operasional tiga perusahaan pinjol karena kurangnya permodalan dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan yang ditentukan otoritas tersebut. OJK juga resmi merilis daftar pinjol ilegal yang berlaku 1 Agustus 2024.
Tiga DPD REI Usulkan Sejumlah Opsi Terkait Dukungan Pembiayaan Tiga Juta rumah
Terdata, ada 654 entitas pinjol ilegal yang dinyatakan berbahaya karena tidak berizin. “Langkah OJK tersebut bisa menjadi pintu masuk bagi pemerintah dan OJK untuk meninjau dan menata kembali bisnis pinjol ini, karena faktanya telah menyebabkan banyak masalah dan menimbulkan korban di masyarakat. Dampak negatif pinjol cukup besar, bahkan sampai ada korban jiwa,” ungkap Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto di Jakarta, Kamis (1/8).
Asosiasi perusahaan pengembang itu juga meminta OJK untuk menerapkan aturan yang sama kepada perusahaan pinjol atau fintech lending seperti prosedur dan batasan suku bunga seperti yang berlaku di perbankan, karena produk akhirnya sama yakni kredit pinjaman.
Genjot Penyaluran Kredit, BTN Gelar Akad Kredit Massal
Selain itu, Joko Suranto berharap OJK juga melakukan edukasi yang terus-menerus kepada masyarakat terkait potensi masalah yang dapat mereka alami jika tidak dapat memenuhi kewajiban pinjol-nya.
“Harus ada edukasi yang serius, karena begitu mereka bermasalah dengan pinjol, maka dampak kewajibannya akan dahsyat karena bunga pinjaman bisa mencapai 116 persen per tahun, dan juga menimbulkan kesulitan pada akses pembiayaan mereka ke perbankan seperti untuk modal usaha atau kredit pemilikan rumah (KPR),” tegas CEO Buana Kassiti Group itu.
REI menyoroti banyaknya kasus gagal bayar pinjol yang dampaknya menyebabkan sekitar 40% pengajuan KPR termasuk KPR bersubsidi yang ditolak oleh bank karena skor kredit mereka kurang baik. Hal itu membuat mereka terhambat mendapatkan KPR dan kehilangan kesempatan untuk memiliki rumah idamannya.
Kinerja Keuangan Semester I/2024, Kredit dan Pembiayaan BTN Tembus Rp352 Triliun
Padahal, kata Joko Suranto, rumah adalah tempat awal bagi keluarga untuk mendidik anak-anak mereka. Di sisi lain, Joko Suranto menyebutkan bahwa saat seseorang terjerat pinjol lalu mau melunasi utang tersebut belum tentu data mereka di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau BI Checking sudah terhapus.
Sebab, data tersebut belum memiliki tempo yang valid kapan dibersihkannya. Ada pula kasus dimana saat masyarakat hendak melunasi utangnya, namun perusahaan pinjolnya sudah tutup atau ditutup.
“Kondisi ini menjadi persoalan karena masyarakat tidak tahu cara melunasi dan membersihkan data utangnya di OJK. Kami sudah pernah menyampaikan usulan kepada OJK untuk merapikan riwayat keuangan masyarakat dengan kriteria tertentu. Misalnya, SLIK atau riwayat konsumen yang sudah dua tahun atau sudah selesai permasalahannya agar cepat bisa dikoreksi,” jelasnya.
Rakernas Apersi 2024 Berharap BP3 Berjalan, Backlog Perumahan Bisa Teratasi
Selain upaya penertiban oleh OJK, REI juga mengharapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menegaskan kembali fatwa hukum pinjol karena lebih banyak kerugian dan berpotensi menjadi “penyakit” bagi masyarakat.
“Pinjol ini jelas lebih banyak mudhorat daripada manfaatnya. Selain itu ada indikasi eksploitasi karena bunga pinjaman yang super tinggi, sehingga tidak ada kejelasan dan kepastian kapan peminjam dapat menyelesaikan (melunasi) pinjaman tersebut,” kata Joko Suranto.
Komisi Fatwa MUI pernah menggelar ijtima ulama yang menyepakati hukum pinjol dalam Islam. Ijtima ulama yang digelar di Jakarta pada 2021 lalu tersebut memutuskan secara tegas keharaman mengambil untung dari akad pinjam-meminjam baik secara online maupun offline.