SEPUTAR PROPERTI/Jakarta – Welly Yandoko, Executive Vice President (EVP) Consumer Loan BCA menyatakan BCA sangat mendukung penerapan konsep ESG (Environment, Social, Governance-ramah alam, bermanfaat secara sosial, dan tata kelola yang solid) termasuk di bisnis properti, antara lain melalui penyaluran pembiayaan hijau.
Hal itu ditunjukkan oleh penyaluran kredit hijau BCA yang terus meningkat, Dimana posisi terakhir telah mencapai Rp123 triliun.Ia menambahkan, untuk merangsang developer mengembangkan properti hijau dan juga mendorong konsumen membeli properti yang sudah mendapat sertifikasi hijau, BCA siap memberikan rate kredit yang bersaing, biaya kredit yang lebih rendah, dan proses persetujuan aplikasi yang lebih cepat dan mudah.
KPR BCA Beri Stimulus dan Kemudahan Bagi Konsumen yang Memilih Properti Hijau
Welly menyebutkan, komitmen terhadap keberlanjutan (sustainabilitas) atau ESG tidak hanya ditunjukkan BCA dalam penyaluran kredit hijau, tapi juga dalam proses bisnis. Tahun 2023 sebanyak 99,7% dari total transaksi kredit dilakukan melalui channel digital.
“Sekitar 63 persen aplikasi KPR BCA masuk melalui channel digital,” ungkap Welly dalam Halal bi Halal dan Bincang Santai: “Tuntutan Implementasi Bisnis Properti & Pembiayaan Hijau”, yang diadakan Urban Forum, Forwada, dan Indonesia Housing Creative Forum di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Penyaluran Kredit dan Pembiayaan BTN di Kuartal I Tembus Rp344,2 Triliun
Bahkan, kegiatan administrasi BCA juga dilakukan dengan konsep daur ulang (recycle). Sebagian kegiatan internal perusahaan seperti rapat dan pertemuan, serta kegiatan administrasi, dilakukan secara online atau bisa dikerjakan dari mana saja (WFH).
Terapakan ESG, Libatkan Stakeholder
Sementara Chief Marketing Officer Damai Putra Group Binsar Pandiangan menyatakan, penerapan konsep ESG di sektor properti memang tidak bisa digantungkan hanya pada satu dua pihak seperti bank dan developer, melainkan harus melibatkan seluruh stakeholder terutama pemerintah sebagai regulator.
MRT Jakarta dan Sojitz Corporation Sepakati Perjanjian Perancangan dan Pembangunan Fase 2A
Fungsi regulator terutama menyusun standar keberlanjutan yang diharapkan diterapkan pelaku bisnis dan keuangan, dan memberi insentif entah berupa keringanan pajak, perizinan, atau yang lain.
“Bagaimanapun penerapan konsep hijau itu menambah cost, termasuk proses mendapatkan sertifikasinya. Sementara bisnis berorientasi profit,” katanya. Kendati demikian ia menegaskan, seperti pengembang lain Damai Putra Group juga berkomitmen menerapkan konsep berkelanjutan di proyek-proyeknya, termasuk di Kota Harapan Indah/KHI (2.200 ha) di Bekasi, Jawa Barat.
Konsep hijau antara lain diterapkan di kawasan hunian Asera Nishi di KHI yang dikembangkan bersama developer Jepang. Yaitu, dalam bentuk desain rumah yang bisa meminimalisir konsumsi listrik, penyediaan ruang terbuka yang lebih besar, penyediaan sumur resapan, dan penggunaan penutup jalan dan halaman grass block yang memudahkan peresapan air ke dalam tanah.
Pemkab Tangerang Bangun Mal Pelayanan Publik di Suvarna Sutera
Sementara di kawasan KHI sendiri disediakan tiga danau besar sebagai tandon air pada musim hujan. “Saat hujan lebat beberapa bulan lalu yang membuat kawasan tetangga kami (Kelapa Gading, Red) kebanjiran, kami sepenuhnya tidak tergenang,” jelas Binsar.
Ia menambahkan, konsumen sendiri secara umum belum konsen terhadap properti hijau. Motivasi pembelian mereka masih ditentukan oleh daya beli atau harga. Ia tidak menyebutkan bagaimana penerapan aspek sosial dan tata kelola (governance) di Damai Putra Group.
Sedangkan Kepala Badan Kajian Strategis Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) mendukung pendapat Binsar tersebut. Menurutnya, konsep ESG memang mau tak mau harus diterapkan pebisnis, baik dalam proses produksi maupun operasional menyusul makin meresahkannya pemanasan global dan perubahan iklim akibat emisi CO2 yang berlebihan.
Sinar Mas Land Siap Memperkuat Penerapan Prinsip ESG di 2024
Fokusnya bagaimana mengurangi konsumsi energi (energy effieciency) agar bisa mereduksi emisi gas rumah kaca (CO2), ditambah reduksi konsumsi air, pengolahan sampah dan limbah. “Pengembang tidak bisa hanya berorientasi profit, karena profit tidak akan bisa dicapai kalau alamnya sudah rusak, dan sebaliknya. Pebisnis harus berpartisipasi mengurangi kerusakan alam itu,” kata advisor PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) itu.
Untuk itu pemerintah melalui Kementerian PUPR, OJK, dan institusi terkait lain bersama provider sertifikasi hijau atau Green Building Council Indonesia (GBCI), sangat perlu menginisiasi gerakan hijau itu melalui regulasi dan pemberian insentif, termasuk untuk pebisnis properti dan industri keuangan agar mereka terdorong menerapkan konsep ESG.
Metland Optismis Target 2024 Sebesar Rp1,9 Triliun Tercapai, Unit Komersial Jadi Andalan
Konsep hijau dalam arti ramah terhadap alam perlu diiringi dengan aspek sosial dan tata kelola agar bisnis yang menerapkan konsep itu tetap berkelanjutan. “Saat ini yang gandrung menerapkan konsep ESG itu baru subsektor perkantoran (office). Perumahan dan apartemen masih sangat sedikit,” kata Ignesjz.
Perkantoran lebih getol melakukannya, karena ada insentif dari berbagai perusahaan besar untuk lebih memilih gedung perkantoran yang sudah mendapat sertifikat hijau. Terutama terkait dengan upaya mereka meningkatkan daya saing, dengan mendapatkan rate yang lebih kompetitif di pasar keuangan dan dari investor. “Jadi, insentif menerapkan konsep hijau itu di subsektor perkantoran cukup tinggi, termasuk dari sisi cost,” katanya.
Pesona Kahuripan 11, Kawasan Perumahan Non Subsidi Pertama dari Pesona Kahuripan Group
Ignesjz menyebutkan, tambahan investasi untuk menerapkan konsep hijau di gedung perkantoran mencapai 4-5%. Tapi bisa memberikan energy saving atau energy effieciency antara 30-45%. Ia memberi contoh gedung Mina Bahari IV di Gambir, Jakarta Pusat, yang sudah mendapat banyak penghargaan hijau. Tambahan investasi untuk menerapkan konsep hijau pada bangunan dan segala infrastruktur dan utilitasnya mencapai 4,44%.
Namun, tambahan investasi itu mampu menghasilkan penghematan biaya utilitas 56% setahun atau setara Rp4,1 miliar atau setara konsumsi energi 680 rumah MBR, sehingga investasi tambahan itu bisa kembali dalam 4,3 tahun. Hal yang kurang kebih sama terjadi pada gedung utama Kementerian PUPR di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Energy saving itu akan lebih besar lagi bila sebuah gedung menggunakan energi dari panel surya.
“Di subsektor perumahan kompensasi penerapan konsep ESG itu mungkin jauh lebih kecil. Sampai sekarang belum ada penelitiannya. Karena itu penerapan konsep keberlanjutan di subsektor perumahan tidak segandrung di perkantoran. Perlu peran pemerintah mendorong sektor perumahan menerapkan konsep hijau atau ESG itu,” tuturnya.
Sasar Segmen Emerging Affluent, BTN Luncurkan BTN Prospera
Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membenarkan, upaya menerapkan konsep ESG termasuk di sektor properti dan pembiayaannya memerlukan sebuah gerakan.
Ia mencontohlan gerakan tidak merokok di ruang publik dan transportasi umum yang cukup berhasil. Juga inisiasi cashless di jalan tol yang sekarang akan dilanjutkan cukup dengan sensor. “Dulu biasa saja orang ngerokok di angkutan umum, bahkan di pesawat udara. Sekarang siapa yang berani melakukannya?” katanya.
Banyak Masyarakat Gagal Beli Rumah Karena Pinjol, REI Minta OJK Buat Aturan Tegas
Di bisnis properti ia menyebutkan Kementerian PUPR sedang menginisiasi gerakan Indonesia Green Affordabel Housing. Gerakan dimulai terlebih dulu di affordabel housing karena rumah subsidi itu diatur pemerintah pengembangan dan pembiayaan pemilikannya melalui pemberian subsidi. Jadi, bisa lebih mudah memulai gerakannya karena rumah subsidi itu regulated dan kebutuhannya besar. Setelah itu gerakan bisa dilanjutkan ke perumahan komersial.
“Penerapan ESG di sektor perumahan memang tidak bisa serta merta, karena ini dilema juga, suplainya masih kurang dibanding kebutuhannya yang besar,” katanya.
Herry setuju diperlukan kerja sama semua pihak terkait untuk mengimplemntasikan konsep ESG di bisnis properti termasuk pembiayaannya. Juga diperlukan regulasi yang mendukung serta insentif, entah berupa kemudahan perizinan, pajak, pendanaan murah seperti dari Bank Dunia, dan lain-lain