Seputar Properti

Sambangi Bank BJB, Menteri PKP Minta Target Capaian Penyaluran FLPP di Jawa Barat Ditingkatkan

Sri Mulyani: Deflasi Bukan Karena Penurunan Daya Beli Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menanggapi data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait terjadinya deflasi pada bulan terakhir. Dia menegaskan bahwa penurunan harga tersebut bukan disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat, melainkan karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga sejumlah komponen. “Kalau lihat komponen inflasi, kalau deflasi ini kan kaya kita melakukan diskon transport, ini pasti menimbulkan deflasi, bukan karena masyarakat daya belinya turun. Karena pemerintah melalui administered price, pemerintah melakukan intervensi,” ujar Sri Mulyani di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (2/6/2025). Lebih lanjut, dia juga menyinggung kebijakan harga pangan, seperti beras, yang menjadi komponen utama pengeluaran rumah tangga. Menurutnya, jika harga beras turun akibat intervensi pemerintah untuk melindungi masyarakat miskin, maka hal itu bisa menimbulkan deflasi, tetapi tidak serta-merta mencerminkan pelemahan konsumsi. “Kalau harga beras tadi yang disampaikan Menteri Pertanian, jangan sampai kita memberikan dukungan pada masyarakat miskin, harga beras turun, nanti menimbulkan deflasi. Kan bukan karena daya beli itu,” ujarnya. Lebih lanjut, Sri Mulyani menyatakan bahwa indikator yang mencerminkan daya beli masyarakat justru masih stabil, yakni inflasi inti (core inflation), yang berada di sekitar 2 persen. “Kalau inflasi intinya masih di sekitar 2 persen, itu berarti ada kenaikan harga karena ada permintaan. Karena core inflation adalah berasal dari kenaikan harga akibat daya beli atau permintaan,” pungkas Sri Mulyani. Deflasi adalah kondisi penurunan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus. Meskipun sekilas tampak menguntungkan bagi konsumen karena daya beli meningkat, deflasi yang berkelanjutan dapat berdampak negatif bagi perekonomian. Beberapa penyebab utama deflasi di Indonesia atau di negara manapun umumnya meliputi: Penurunan Permintaan Agregat: Ini adalah penyebab paling umum dari deflasi. Ketika konsumsi masyarakat, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah, dan ekspor menurun secara bersamaan, maka total permintaan barang dan jasa dalam perekonomian akan berkurang. Hal ini sering terjadi saat krisis ekonomi, resesi, pandemi, atau ketidakpastian global yang membuat masyarakat dan pelaku usaha menunda pengeluaran dan investasi. Kelebihan Pasokan Barang dan Jasa (Oversupply): Terjadi ketika produksi barang dan jasa melebihi permintaan pasar. Jika barang menumpuk di gudang karena tidak ada yang membeli, produsen akan cenderung menurunkan harga untuk menghabiskan stok, yang pada akhirnya memicu deflasi. Kemajuan teknologi atau inovasi yang memungkinkan produksi lebih efisien juga bisa berkontribusi pada penurunan biaya produksi, dan pada gilirannya, penurunan harga jual. Penurunan Jumlah Uang Beredar: Berkurangnya jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat menyebabkan deflasi. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan, seperti: Kebijakan Moneter Ketat: Bank sentral dapat menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi. Namun, suku bunga yang tinggi juga mendorong masyarakat untuk menabung daripada membelanjakan uang, mengurangi jumlah uang yang beredar di pasar. Meningkatnya Kecenderungan Menabung: Saat kondisi ekonomi tidak pasti, masyarakat cenderung lebih memilih menabung dan menunda pengeluaran, sehingga uang yang beredar di masyarakat berkurang dan permintaan menurun. Penurunan Biaya Produksi: Ketika harga bahan baku atau tenaga kerja turun, perusahaan dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah. Ini memungkinkan produsen menurunkan harga jual produk mereka. Jika penurunan biaya produksi ini berlangsung secara berkelanjutan, bisa berkontribusi pada deflasi. Guncangan Ekonomi Global: Krisis keuangan, tekanan geopolitik, atau krisis kesehatan global (seperti pandemi Covid-19) dapat mengurangi aktivitas ekonomi dunia. Dampaknya bisa berupa penurunan permintaan ekspor, penguatan nilai tukar (yang membuat barang impor lebih murah), dan investasi yang lesu. Faktor-faktor ini dapat menekan harga-harga domestik di negara-negara seperti Indonesia. Penting untuk dicatat bahwa deflasi, terutama yang disebabkan oleh penurunan permintaan dan perlambatan ekonomi, dapat memicu lingkaran negatif (spiral deflasi). Penurunan harga menyebabkan penurunan pendapatan perusahaan, yang dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran, yang kemudian semakin menekan daya beli masyarakat dan memperparah deflasi.

SEPUTARPROPERTI/Bandung – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait meminta Bank BJB untuk meningkatkan target penyaluran KPR Sejahtera FLPP untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Provinsi Jawa Barat. Menteri PKP menekankan adanya kenaikan kuota FLPP nasional sebanyak 350.000 pada tahun ini dimanfaatkan sebagai kesempatan emas bagi bank penyalur KPR Sejahtera FLPP termasuk Bank BJB untuk menaikkan target.

Menteri PKP menambahkan, jika sebelumnya hanya 5 persen menjadi 10 persen dari total penyaluran FLPP di Jawa Barat tahun lalu guna membantu masyarakat memiliki rumah subsidi pertama yang berkualitas dengan KPR yang terjangkau dan tetap selama masa tenor.

Rumah Subsidi Ukurannya di Minimalis, Ini Kata Wamen Kementerian PKP

“Kalau target nasional FLPP 350.000 unit di Jawa Barat penyaluran mencapai 30 persen maka ada pasar sekitar 105.000 rumah subsidi. Saya minta Bank BJB minimal bisa mentargetkan 10 persen penyaluran FLPP di Jawa Barat atau sekitar 30.000 atau 35.000 untuk rumah subsidi masyarakat,” ujar Menteri PKP Maruarar Sirait saat melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pusat Bank BJB di Kota Bandung, Senin (2/6/2025).

Menteri PKP juga melakukan “provokasi” kepada jajaran pimpinan Direktur dan pegawai di Bank BJB untuk berani meningkatkan target penyaluran FLPP di Jawa Barat. Berdasarkan data dari BP Tapera, kontribusi Bank BJB dalam penyaluran FLPP hanya hanya 5 persen dari kuota nasional sehingga diperlukan terobosan dan inovasi agar lebih banyak masyarakat Jawa Barat yang bisa memiliki rumah subsidi.

RUPS Intiland, Semester I 2025 Kawasan Industri Menguat

Pada kunjungannya ke Kantor Pusat Bank BJB di BJB Tower, Jl. Naripan No.12 – 14, Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Bandung, Jawa Barat,
Menteri PKP juga melakukan diskusi bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, Direktur Utama Bank BJB Yusuf Saadudin, Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto serta Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho guna membahas Optimalisasi Program KPR Sejahtera FLPP oleh Bank BJB di Jawa Barat.

“Saya akan kasih 10 orang pegawai terbaik Bank BJB untuk umroh dengan biaya dari uang pribadi jika target ini tercapai. Saya cinta sama Jawa Barat dengan sepenuh hati dan ingin masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Jawa Barat bisa memanfaatkan KPR FLPP dan memiliki rumah pertama yang berkualitas dan angsuran KPR FLPP yang terjangkau,” terangnya.

Kuota FLPP Naik 350.000 Unit, Menteri PKP Bahas Strategi Pencapaian Target FLPP 2025

Menteri PKP juga menyampaikan bahwa selama Indonesia merdeka baru pada tahun 2025 ini pemerintah meningkatkan target FLPP sebanyak 350.000 dan merupakan jumlah terbesar sepanjang sejarah. Hal itu juga menjadi bukti Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto benar-benar memiliki program yang pro pada wong cilik karena rumah yang layak merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi.

Sebagai informasi, realisasi penyaluran FLPP Kuartal I Tahun 2025 yang mencapai 53.874 unit. Jumlah realisasi FLPP tersebut naik 1.173,92 persen dari pencapaian Kuartal I Tahun 2024 sebesar 4.229 unit rumah.

Tingkatkan Market Share, BTN Gelar Akad Kredit Serempak di 5 Kota

“Saya selalu “memprovokasi” agar Bank BJB bisa berubah dan lebih semangat menyalurkan FLPP apalagi masih banyak rakyat Jawa Barat yang membutuhkan rumah layak huni. Mari kita berlomba-lomab berbuat kebaikan dan membantu rakyat untuk memiliki rumah layak huni lewat FLPP,” terangnya.

Sementara itu, Direktur Utama Bank BJB Yusuf Saadudin mengaku siap mendorong target capaian FLPP sesuai arahan Menteri PKP. Menurutnya hal ini menjadi tantangan bagi Bank BJB untuk berkiprah lebih baik dalam penyaluran FLPP bagi masyarakat Jawa Barat.

“Kami akan segera berkoordinasi dengan sejumlah asosiasi pengembang perumahan di Jawa Barat untuk mengetahui jumlah pasokan rumah subsidi yang ada. Kami siap mendukung Program 3 Juta Rumah dan melaksanakan penyaluran FLPP lebih banyak lagi dari tahun sebelumnya,” tandasnya.

Lippo Group Bayarkan pengembalian Dana Konsumen Meikarta

Dirinya menjelaskan, Bank BJB telah menyalurkan bjb KPR Sejahtera FLPP dari sejak awal diluncurkan pada tahun 2016 sampai dengan sekarang tahun 2025 sebanyak 37.636 unit rumah dengan total sebesar Rp. 4,6 triliun dimana dana menggunakan dari BP Tapera dan PT. SMF.

Adapun capaian progres bjb KPR Sejahtera FLPP sejak Presiden Prabowo Subianto dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024 sampai dengan 2 Juni 2025 sebanyak 2.119 unit rumah dengan total sebesar Rp. 344.366.735.547,- dimana dana BP Tapera sebesar Rp. 258.275.051.660 dan dana PT. SMF sebesar Rp. 86.091.683.886.

Jelang Spin-Off BTN Syariah Tunjukan Pondasi yang Kuat denga Kinerja Solid

Sedangkan capaian progres bjb KPR Sejahtera FLPP dari 1 Januari 2025 hingga 2 Juni 2025 sebanyak 1.791 unit rumah dengan total sebesar Rp. 290.467.893.000 dimana dana BP Tapera sebesar Rp. 217.850.919.750 dan dana PT. SMF sebesar Rp. 72.616.973.250

“Lokasi penyaluran bjb KPR Sejahtera FLPP terbanyak terdapat pada Kabupaten Bekasi, Kabupaten Subang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Bandung,” terangnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp