SEPUTAR PROPERTI/Jakarta – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) menggelar Rapat Kerja Nasional yang di gelar di Hotel Vertu Harmoni, Jakarta (10/11/2023). Salah satu rangkaian acar Rakernas 2023 ini penyampaian visi misi calon presiden 2024 yang dikemas dalam talkshow bertemakan “Masa Depan Penyediaan Rumah Rakyat Pada Pemerintahan yang Akan Datang”.
Anies Baswedan hadir menjadi pembicara pertama acara talkshow yang dihadiri ratusan anggota Apersi yang hadir dari dari 25 provinsi. Anies menegaskan, program perumahan yang akan digulirkan adalah kemudahan akses kredit pemilikan rumah (KPR) untuk semua lapisan masyarakat. Anies Baswedan ingin suku bunga KPR lebih terjangkau agar memudahkan masyarakat dalam memiliki rumah. Selain itu dirinya juga memperhatikan sektor informal maupun pekerja independen dapat terfasilitasi KPR.
“Kami ingin suplai kebutuhan rumah ditopang sistem pembiayaan yang membuat satu suku bunga, jadi lebih terjangkau dan mekanisme jadi lebih mudah. Tidak hanya memfasilitasi mereka yang ada di sektor formal, tapi juga sektor informal, non formal, dan independen karena kelompok ini yang merasakan dampak. Sehingga akses KPR lebih meningkat dan semua merasakan dan ini akan kita lakukan,” jelas Anies Baswedan.
Menurutnya, wujud dari konsep ini ada dua program, pertama KPR pasti 5% dan tepat, kira-kira itu arahnya. Sementara untuk pekerja mandiri itu KPR yang dibantu prosesnya, penjaminannya lewat negara sehingga pelaku-pelaku yang nonformal dan informal punya akses yang sama pada pembiayaan untuk beli rumah. “Melalui program tersebut diharapkan dapat mencapai visi 2 juta hunian yang terintegrasi di Indonesia bisa terealisasi,” ungkapnya.
Sementara calon presiden Ganjar Pranowo yang di wakilkan Anggota Dewan Pakar, Tim Pemenangan Nasional (TPN), Heru Dewanto menyatakan menegaskan bahwa secara filosofi sektor perumahan selalu berkaitan dengan konteks perkotaan dan lingkungan hidup. Menurutnya, kami (TPN Ganjar – Machfud) sudah mewacanakan untuk membuat kementerian yang akan mengurus perumahan, perkotaan dan lingkungan hidup.
Menurut Heru Dewanto rumah adalah membentuk SDM yang handal, maka semuanya berawal dari rumah yang layak. Untuk itu kita melihat sektor perumahan itu penting dan harus ada politic will yang kuat. Di dalamnya juga ada politik anggaran dan juga ekosistem yang kuat.
“Kami memahi bahwa masalah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) adalah terkendala pembiayaan, bukan hanya bunga rendah tapi pembiayaan jangka panjang,” jelas Heru Dewanto yang juga menegaskan bahwa dengan adanya pembiayaan jangka panjang maka kepastian berbisnis pelaku usaha sektor perumahan akan lebih pasti.
Rakernas Soroti Kebijakan yang Fluktuatif
Selain acara Rakernas, Apersi juga memperingati HUT ke 25 pada 10 November 2025 ini. Ketua Umum Apersi Junaidi Abdilah menyatakan, di usianya yang tak muda lagi Apersi terus berkomitmen untuk berkontribusi membangun rumah rakyat. Saat ini, anggota Apersi tersebar hampir di seluruh provinsi dengan jumlah anggota sebanyak 3500 pengembang/perusahaan.
Dalam Rakernas ini, Apersi menyoroti kebijakan-kebijakan pemerintah tidak fluktuatif atau naik turun, sehingga iklim berusaha lebih tenang. Menurutnya lagi, saat ini kita mendengar adanya pembuatan sumur untuk rumah tangga harus berizin.
“Ini akan menjadi masalah karena nanti masyarakat seluruhnya mengebor air untuk rumah tangga harus izin. Kalau di undang-undang bumi dan air kan diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat. Nah ini dibuat peraturan harus berizin. Bukan hanya pengembang saja yang kena dampaknya, masyarakat umum juga bisa kena sanksi semua. Aturan ini akan menjerat siapapun harus memiliki izin untuk membuat sumur air,” tegas Junaidi kepada media yang hadir di Rakernas APERSI.
Junaidi menambahkan, kebanyakan dalam proses perizinan prosesnya tidak mudah. Jika membuat sumur harus ada izin saya yakin aka nada proses proses yang panjang. “Mengurus perizinan itu tidak gampang, kita merasakan semua proses perizinan yang baru bisa menjadi benturan bagi kita semua,” terangnya.
Junaidi juga menyoroti menyoal syarat realisasi KPR yang mencantumkan poin harus memiliki sumber air. “Jika sumber air tidak ada, pasti efeknya ke realisasi. Jaringan PDAM juga belum ke semua daerah. Nah itu, bagaimana memaksa masyarakat untuk mandiri sementara pemerintah tidak menyiapkan infrastrukturnya. Aturan ini salah kaprah, kita diminta tidak boleh menggunakan air tanah untuk kepentingan rumah tangga, tetapi pemerintah tidak menyediakan PDAM ke rumah-rumah. Saya rasa ini menghambat program pak Presiden terkait program sejuta rumah (PSR),” ungkapnya.