Penguatan Lembaga Perumahan Harus Berbarengan dengan Optimalisasi Pembiayaan

Pengamat Properti Nasional, Panangian Simanungkalit berpendapat harus ada lembaga kementerian yang fokus untuk menyelesaikan backlog nasional. Sejak Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dilebur ke Kementerian PUPR di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)

SEPUTAR PROPERTI/Jakarta – Stakeholder industri properti mendesak Presiden Republik Indonesia (RI) yang nanti terpilih di 2024 memberikan perhatian besar terhadap program penyediaan perumahan nasional. Kehadiran kembali kementerian khusus yang fokus menanggani perumahan pun menjadi suatu keniscayaan yang sedang ditunggu-tunggu masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholder) perumahan.

Hal tersebut mengemuka pada diskusi media bertajuk “Perkuat Kelembagaan Perumahan Rakyat!” yang diselenggarakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Jakarta, Kamis (20/7). Selain penguatan kelembagaan, Presiden RI terpilih nanti juga perlu memberikan perhatian serius terhadap penguatan pembiayaan perumahan.

Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 4 tahun 2016. Badan ini bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang di sektor perumahan.

Kepala Divisi Riset Pengembangan Kebijakan dan Skema Pembiayaan BP Tapera, Luwi Wahyu Adi menyebutkan sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP) yang ditunjuk dan ditetapkan Menteri Keuangan  dalam pengelolaan Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), BP Tapera sejak berdiri selalu melakukan koordinasi dengan kementerian terkait sesuai tugas dan fungsinya.

“Dalam upaya pengurangan angka backlog perumahan, BP Tapera berada pada demand side untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan. Kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian harga rumah bersubsidi kami harapkan bisa kembali memacu sisi pasokan dengan mengembangkan rumah berkualitas sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.

Sementara itu, Subsidized Mortgage Division Head Bank Tabungan Negara (BTN) Teguh Wahyudi menjelaskan bahwa Bank BTN merupakan bank perumahan dengan pangsa pasar KPR terbesar di Indonesia dan menjadi kontributor utama Program Satu Juta Rumah (PSR) terutama di segmen MBR.

Dalam lima tahun terakhir, Bank BTN telah menyalurkan KPR Subsidi lebih dari 1 juta unit dengan kapasitas penyaluran KPR Subsidi Bank BTN sekitar 230 ribu unit. “Saat ini diperlukan pendefinisian fokus dan pemenuhan lembaga dari masing-masing stakeholder agar ekosistem perumahan dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Butuh optimalisasi peran strategis stakeholder pada ekosistem perumahan nasional,” kata Teguh.

Terdapat beberapa peran stakeholder yang perlu diselaraskan. Diantaranya memprioritaskan anggaran pembiayaan perumahan kepada bank fokus perumahan dan penyaluran bantuan perumahan hanya dilakukan oleh bank penyalur, sehingga penyaluran akan jauh lebih efisien.

Selain itu, penting untuk mempercepat implementasi peran Bank Tanah untuk memastikan ketersediaan lahan untuk pembangunan hunian bersubsidi, menetapkan Standarisasi Imbal Jasa Penjaminan (IJP) untuk pengendalian risiko dan perolehan profit margin yang optimal, serta integrasi data pasokan dan permintaan rumah antara Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah.

“Juga perlu mempercepat implementasi BP3 untuk melakukan monitoring keterhunian dan offtaker. BP3 diharapkan dapat mengawasi keterhunian dari hunian subsidi yang telah disalurkan,” kata Teguh.

Pengamat Properti Nasional, Panangian Simanungkalit berpendapat harus ada lembaga kementerian yang fokus untuk menyelesaikan backlog nasional. Sejak Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dilebur ke Kementerian PUPR di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dia melihat pemerintah tidak fokus mengurusi penyediaan rumah rakyat.

“Satu dekade ini di bawah PUPR tidak ada yang fokus. Pemerintah malah membuat peraturan-peraturan yang tidak pernah mereka ketahui sama sekali. Apa yang dikerjakan pemerintah di sektor perumahan rakyat itu kosong dan terlihat mereka bukan pelayan masyarakat. Ini kayak mental penjajah,” tegas Panangian.

Panangian Simanungkalit menambahkan  Bank BTN harus diperkuat dengan payung regulasi yang lebih jelas dan tegas. Menurutnya, BTN tidak bisa dilihat dari sudut pandang kapitalistik, sehingga bank tersebut harus dilindungi dengan undang-undang yang spesial. “Penting untuk dijadikan bank khusus perumahan. Bank BTN jangan dibanding-bandingkan dengan bank lain,” tegasnya.

Hal senada dikatakan Junaidi Abdillah Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Bank BTN adalah satu-satunya bank pemerintah, anggota Himbara, yang bersedia mendapatkan margin kecil dari penyaluran pembiayaan perumahan.

“Bank BTN jangan terus diganggu, seperti akan diambil alih. Setiap kepemimpinan baru, selalu diganggu dengan isu-isu terus,” ujarnya.

Sementara ketua Umum Himperra Endang Kawidjaja juga menilai Bank BTN sudah banyak melakukan transformasi. “Kami sudah mengalami kecepatan proses di BTN. Kita bersyukur masih ada Bank BTN yang fokus perumahan hingga saat ini,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Realestat (REI) Hari Ganie mengatakan Bank BTN merupakan bank BUMN satu-satunya yang nyata memberikan dukungan terbesar dalam pembangunan rumah khususnya untuk MBR.

“REI akan terus bersinergi dengan Bank BTN, karena kami melihat hingga saat ini hanya BTN yang memberi porsi terbesar bagi fasilitas kredit properti. Jadi bukan hanya untuk KPR, tetapi untuk kredit konstruksi BTN merupakan yang terbesar,” ujarnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *