Seputar Properti

Kementerian PKP Masih Banyak PR, Ini Saran dari HUD Institute

Pemerintahan Prabowo Subianto baru saja memasuki usia setahun. Salah satu program andalannya Program 3 Juta Rumah dan melahirkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP yang di pimpin Maruarar Sirait.

SEPUTARPROPERTI/Jakarta – Pemerintahan Prabowo Subianto baru saja memasuki usia setahun. Salah satu program andalannya Program 3 Juta Rumah dan melahirkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP yang di pimpin Maruarar Sirait.

The HUD Institute menilai bahwa penyelenggaraan urusan Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang saat ini menjadi tanggung jawab Kementerian PKP masih menghadapi berbagai hambatan mendasar dan pekerjaan rumah besar yang perlu segera diselesaikan agar target pembangunan perumahan rakyat tercapai secara nyata dan tepat sasaran.

Suharso Monoarfa , Ketua Majelis Tinggi Organisasi The HUD Institute mengungkapkan, sebagai inisiator yang mendukung PUPR untuk mengeluarkan urusan perumahan rakyat menjadi lembaga sendiri.

Sehingga akhirnya terbentuknya kementerian PKP, HUD Institute melihat hingga saat ini kebijakan dan implementasi di lapangan masih menunjukkan adanya kesenjangan antara program yang dicanangkan dan hasil yang dirasakan masyarakat.

“Bagaimana dengan roadmap 3 Juta rumah ? Apakah angka 3 juta unit rumah itu dapat diselesaikan dalam waktu 1 tahun untuk 1 juta di desa, 1 juta di kota, dan pesisir atau 3 juta unit rumah untuk jangka waktu 5 tahun? Masyarakat perlu penjelasan bagaimana mencapai semua itu,” tutur Suharso.

Kementerian PKP sejauh ini gencar baru memperkenalkan program FLPP dan KUR Perumahan, namun keduanya belum menghasilkan hasil yang nyata di lapangan.

Sementara itu, kuota FLPP yang telah ditingkatkan hingga 350 ribu unit per tahun, baru terserap sekitar 60%, sementara waktu efektif hingga akhir tahun hanya tersisa dua sampai tiga bulan.

“Kalau dipaksakan untuk dikejar demi target administratif, akan banyak akad yang tidak tepat sasaran. Lagi pula, kalau hanya mengandalkan FLPP, kontribusinya paling besar hanya 10–15% dari target tiga juta rumah, karena basisnya hanya pada sektor swasta dan pengembang,” jelasnya.

Tantangan Kementerian PKP juga semakin bertambah setelah program 3 juta rumah sudah tidak lagi masuk dalam daftar Program Strategi Nasional (PSN), sehingga perlu ada kejelasan arah baru dari Kementerian PKP.

“Kenapa tidak ada di kepres yang baru? Kalau program 3 juta rumah dikeluarkan dari PSN, maka harus ada strategi baru yang lebih fokus, baik dalam program rusun di Jabodetabekpunjur maupun BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya),” tambanya

Penataan Permukiman Kumuh

Hal lain yang menjadi perhatian The HUD Institute adalah organisasi organisasi kumuh. Menurut Zulfi Syarif Koto . Ketua Umum The HUD Institute, aspek ini belum mendapat porsi strategi meskipun secara kelembagaan sudah beralih dari Kementerian PUPR ke Kementerian PKP.

“Sebelumnya urusan kawasan kumuh berada di bawah Ditjen Cipta Karya. Kini mandatnya sudah berpindah, tetapi belum terlihat langkah-langkah konkret untuk menata ulang kebijakan dan instrumennya,” jelas Zulfi.

Penataan kawasan kumuh, selanjutnya, merupakan bagian integral dari penyediaan perumahan layak dan terjangkau bagi masyarakat perkotaan. Pemerintah perlu membangun rumah susun perkotaan dengan ketinggian 4 hingga 20 lantai melalui mekanisme sewa, sewa-beli, atau beli.

“Jika penanganan kumuh diabaikan, maka pembangunan tiga juta rumah tidak akan bermakna secara sosial. Rumah baru boleh berdiri, tapi kawasan lama semakin memburuk sehingga ketimpangan akan semakin dalam,” tandasnya.

BP Tapera dan Perumnas Perlu Dibenahi

Menurut The HUD Institute, masalah mendasar lainnya adalah tata kelola lembaga pembiayaan dan pelaksana pembangunan. BP Tapera, yang seharusnya menjadi tulang punggung pembiayaan jangka panjang, kini berada dalam posisi sulit pasca putusan Mahkamah Konstitusi.

“Sejak putusan MK, posisi BP Tapera menjadi inkonstitusional. Selama ini dana APBN FLPP juga disalurkan melalui BP Tapera, sehingga secara struktur pendanaannya menjadi tidak kuat,” terang Zulfi.

Sementara itu, Perum Perumnas yang seharusnya menjadi wahana utama pemerintah dalam pemba-ngunan rumah rakyat, juga dinilai sedang tidak dalam kondisi optimal. “Perumnas saat ini ibarat pesawat tanpa pilot dan kopilot. Padahal jika dioptimalkan, BUMN ini bisa menjadi tulang punggung pelaksanaan program rumah rakyat di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Kapasitas SDM Kementerian Masih Perlu Diperkuat

HUD Institute juga menilai keberhasilan program nyata tidak hanya ditentukan oleh skema pembiayaan, tetapi juga oleh kesiapan SDM dan kelembagaan internal. Berdasarkan data per 1 Oktober 2025, Kementerian PKP memiliki 3.749 pegawai, terdiri dari PNS, PPPK, CPNS, non-PNS, dan lima staf khusus.

Komposisi SDM didominasi oleh Generasi Y (1.337 orang) dan Generasi Z (1.838 orang), sementara Boomers dan Gen X berjumlah 5 dan 569 orang. Mayoritas berada di belakang teknik pendidikan — mulai dari teknik sipil, arsitektur, perencanaan wilayah dan kota, hingga teknik lingkungan.

“Data ini menunjukkan kombinasi antara pengalaman dan inovasi. Namun karena struktur organisasi dan SDM-nya masih baru, maka perlu pembekalan dan penguatan kapasitas agar fungsi kelembagaan berjalan efektif,” imbuh Zulfi.

Program 3 Juta Rumah dan Sinkronisasi Kebijakan

Sementara itu, Agung N, peneliti senior The HUD Institute, menyoroti soal perumahan berbasis komunitas. Menurutnya sampai saat ini belum terlihat adanya perhatian khusus pemerintah terhadap pengembangan perumahan berbasis komunitas.

“Harusnya kalau perumahan komunitas ini disentuh secara serius, pastinya banyak pihak yang mendoakan Menteri PKP, karena ada porsi 80% perumahan itu dibangun sendiri oleh masyarakat. Mungkin diperlukan keringat agar pejabatnya peduli terhadap isu komunitas atau perumahan swadaya,” ungkapnya.

Agung juga menyoroti soal belum terciptanya trafik positif dari Kementerian PKP, dari program 3 juta rumah ini yang konon katanya menyerap 185 sektor turunan. Menurutnya, hasil positifnya belum terlihat, karena saat ini Kebijakannya belum ada yang menyasar kepada pengguna akhir , misalnya terkait pasal 54 UU no 1/Th 2011 tentang kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan kemudahan perizinan bagi pembangunan perumahan MBR.

“Ke depan kinerja Kementerian PKP perlu ada transformasi nyata. Saat ini kebanyakan baru diisi oleh acara seremonial pencitraan nan simbolik. Bicara angka-angka, namun tonggak sejarah dan transparansi belum ada,” tambahnya.

Dorongan dan Dukungan The HUD Institute

HUD Institute juga menekankan pentingnya menyiapkan regulasi yang tepat dan inklusif, serta memperkuat kerja sama antara Kementerian PKP dan pemerintah daerah.

“Balai-balai di daerah perlu diaktifkan kembali sebagai perpanjangan tangan menteri untuk bekerja sama dengan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Sekaligus menggandeng asosiasi pengembang dan komunitas yang benar-benar fokus serta kompeten dalam penyelenggaraan perumahan MBR maupun komersial di daerah,” papar Zulfi.

Sebagai lembaga penelitian kebijakan perumahan dan pengembangan kawasan, The HUD Institute mendorong Kementerian PKP untuk melakukan reorientasi kebijakan perumahan rakyat.

Caranya, dengan menata ulang tata kelola, memperkuat kelembagaan, memperjelas arah regulasi, dan membangun kolaborasi lintas sektor agar cita-cita memuat kebutuhan rumah layak huni bagi seluruh rakyat Indonesia dapat segera terwujud.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp