SEPUTAR PROPERTI/Jakarta – Dalam rangka mendukung target pemerintah memenuhi seluruh kebutuhan rumah layak masyarakat Indonesia pada 2045 atau zero backlog perumahan, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menyiapkan enam usulan langkah strategis. Usulan tersebut diracik agar kebutuhan rumah rakyat terpenuhi namun mengurangi penggunaan anggaran negara dan memaksimalkan pemakaian dana di luar milik negara.
Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan peluang di sektor perumahan masih sangat besar untuk dikembangkan. Apalagi, pemerintah membidik target rasio keterhunian rumah dan rumah layak mencapai 100% pada 2045. Menurut Haru Koesmahargyo, untuk mencapai target ekosistem perumahan di 2045 tersebut, dibutuhkan tambahan pasokan hunian mencapai lebih dari 14 juta unit. Jumlah tersebut, lanjut Haru, juga memerlukan sumber pendanaan yang stabil.
“Kami berupaya mendukung penyelesaian backlog perumahan tersebut dengan beberapa usulan yakni skema baru KPR FLPP, skema baru KPR SSB, Rent to Own untuk MBR Informal, KPR dengan skema Staircasing Shared Ownership, Penetapan Imbal Jasa Penjaminan (IJP), dan pengalihan dana subsidi uang muka ke pembayaran pajak pembeli,” jelas Haru di sela Penandatanganan Memorandum of Understanding Ekosistem Pembiayaan Perumahan dan Seminar Creative Financing dalam Ekosistem Pembiayaan Perumahan di Jakarta, Rabu (25/1).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Consumer Bank BTN Hirwandi Gafar merinci, skema baru Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) yang diusulkan perseroan yakni dengan masa tenor subsidi selama 10 tahun dan bunga 5%. Kemudian, untuk tahun berikutnya diberlakukan penyesuaian skema mengikuti perbaikan ekonomi debitur KPR Subsidi.
Untuk skema baru KPR SSB, diberikan dengan plafon yang lebih besar dari KPR FLPP. Tenor subsidi pun hanya 10 tahun dan mengalami penyesuaian sesuai perbaikan ekonomi debitur. Bunga subsidi yang diberikan yakni sebesar 7%.
Usulan skema KPR Rent to Own (RTO) ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Informal. Melalui fasilitas tersebut, MBR Informal dapat menikmati fasilitas sewa selama 6 bulan sebelum mendapatkan KPR. Hampir mirip dengan RTO, skema Staircasing Shared Ownership (SSO) menawarkan skema kepemilikan secara bertahap untuk rumah subsidi. Tahap pertama yakni sewa dan KPR, lalu tahap kedua yakni KPR.
Hirwandi menambahkan, usulan berikutnya yakni penetapan standarisasi Imbal Jasa Penjaminan (IJP). Lalu, Bank BTN juga mengusulkan untuk mengalihkan dana Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) untuk pembayaran biaya pajak pembeli (BPHTB).
“Kami berharap, secara bertahap implementasi usulan ini dapat mengurangi penggunaan dana negara untuk perumahan rakyat, namun manfaat yang diterima masyarakat Indonesia semakin besar,” kata Hirwandi.
Adapun, dalam kesempatan yang sama, Bank BTN melakukan penandatangan komitmen bersama dengan para anggota Ekosistem Pembiayaan Perumahan. Komitmen tersebut ditandatangani Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo, Komisioner BP Tapera Adi Setianto, dan Direktur Utama Perum Perumnas Budi Saddewa Soediro.
Melalui penandatanganan tersebut, para anggota Ekosistem Pembiayaan Perumahan bersepakat untuk aktif berkoordinasi dalam rangka pengembangan perumahan. Selain itu, para anggota juga berkomitmen aktif melakukan kajian dan rekomendasi kebijakan untuk penguatan pasar pembiayaan perumahan.